Jakarta – Anggota Komisi I DPR, Endipat Wijaya, mendorong agar Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Ruang Udara segera diselesaikan untuk mengatur ruang udara Indonesia.
Menurutnya, semakin padatnya lalu lintas udara dan meningkatnya gangguan dari berbagai objek di langit Indonesia menjadi peringatan serius bagi negara untuk segera memperbaiki pengelolaan ruang udara.
“Isu ini bukan hanya masalah teknis. Ini menyangkut ruang strategis nasional yang belum dikelola secara efektif,” kata Endipat dalam pernyataan tertulis di Jakarta pada cvtogel hari Sabtu.
RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara telah dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2024 dan akan dibahas lebih lanjut pada tahun 2025 sebagai bagian dari agenda legislasi penting.
Endipat juga menjelaskan bahwa terdapat peningkatan pelanggaran ruang udara oleh pesawat asing, dari 364 kasus pada tahun 2019 menjadi 1. 583 pada tahun 2020.
“Selain itu, gangguan yang disebabkan oleh balon udara, laser pointer, dan kembang api bisa langsung membahayakan keselamatan penerbangan,” tambahnya.
Ia mencatat adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah mengenai penggunaan ruang udara, terutama untuk olahraga dirgantara.
Meskipun begitu, ia menyambut baik semangat kerja sama antara berbagai lembaga dalam pembahasan RUU ini.
Dia menegaskan pentingnya menghindari ego sektoral, sehingga semua pihak dapat merasakan pemilikan atas ruang udara sebagai tanggung jawab bersama.
Sebagai anggota yang fokus pada pertahanan, Endipat berharap RUU ini dapat memenuhi kebutuhan profesionalisme dan kepastian hukum dalam pengelolaan ruang udara Indonesia, termasuk pengaturan kewenangan dan keselamatan nasional.
“Ini bukan hanya mengenai kewenangan, tetapi tentang cara kita menjaga langit Indonesia agar tetap aman dan berdaulat,” jelas Ketua Tim Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR.
Dalam kunjungan kerja yang diadakan bersama tim pansus, Endipat, yang dihadiri oleh perwakilan Kementerian Pertahanan, TNI AU yang dipimpin oleh Komandan Lanud Sri Mulyono Herlambang, serta perwakilan dari Kementerian Perhubungan, Bea Cukai, Balai Karantina, dan Pertamina di Lanud Sri Mulyono, menekankan pentingnya partisipasi masyarakat.
Partisipasi tersebut meliputi masukan dari para ahli, akademisi, dan pemangku kepentingan lain dalam penyusunan RUU ini.
Ia berpendapat bahwa partisipasi yang berarti adalah kunci agar regulasi tersebut bukan sekadar dokumen hukum, tetapi juga panduan kerja nyata bagi semua pihak yang berkepentingan di ruang udara Indonesia.