Beijing, 4 Oktober 2025 (CVTOGEL DAFTAR) — Pemerintah China menyatakan kekhawatirannya atas terpilihnya Sanae Takaichi sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) Jepang, langkah yang secara otomatis membuka jalan bagi dirinya menjadi Perdana Menteri perempuan pertama Jepang. Beijing menilai kepemimpinan Takaichi berpotensi memperkeruh hubungan diplomatik kedua negara yang sudah lama diwarnai ketegangan sejarah dan sengketa wilayah.
Reaksi Resmi China
Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataannya menegaskan bahwa pemilihan Takaichi merupakan urusan internal Jepang. Namun, juru bicara kementerian tersebut menekankan bahwa pihaknya berharap Jepang “tetap memegang komitmen politik bilateral dan menempuh kebijakan yang rasional dan konstruktif terhadap China.”
“Hubungan China–Jepang hanya dapat berkembang secara sehat jika Jepang secara konsisten menghormati empat dokumen politik yang menjadi dasar hubungan kedua negara,” ujar juru bicara itu dalam konferensi pers di Beijing.
Media pemerintah China seperti Global Times juga menyoroti bahwa terpilihnya Takaichi “berpotensi menambah ketegangan di Asia Timur,” mengingat pandangan kerasnya terhadap Beijing, terutama terkait isu Taiwan dan militerisasi Jepang.
Profil dan Pandangan Politik Takaichi
Sanae Takaichi, 64 tahun, dikenal sebagai politisi konservatif dari sayap kanan LDP. Ia memiliki reputasi sebagai “China hawk” — sebutan bagi politisi yang cenderung bersikap keras terhadap Tiongkok.
Takaichi secara terbuka mendukung:
-
Revisi Pasal 9 Konstitusi Jepang, agar pasukan bela diri Jepang memiliki peran militer yang lebih aktif;
-
Peningkatan kerja sama pertahanan dengan Amerika Serikat dan Taiwan;
-
Pendekatan nasionalis terhadap sejarah perang Jepang, termasuk pembelaannya terhadap beberapa tokoh yang dinyatakan penjahat perang oleh Sekutu.
Ia juga beberapa kali mengunjungi Kuil Yasukuni, tempat yang menghormati tentara Jepang, termasuk para penjahat perang kelas A, yang kerap memicu kemarahan China dan Korea Selatan.
Titik Ketegangan Utama
Isu | Kekhawatiran China |
---|---|
Taiwan | Takaichi pernah menyatakan bahwa “darurat di Taiwan sama dengan darurat bagi Jepang,” menandakan potensi dukungan terbuka terhadap Taipei. |
Sejarah Perang Dunia II | Pandangannya yang menolak narasi “penyesalan mendalam” Jepang atas pendudukan masa perang bisa memicu reaksi keras dari Beijing. |
Revisi Konstitusi Jepang | Upaya memperkuat militer Jepang dipandang China sebagai langkah menuju remiliterisasi Asia Timur. |
Hubungan Ekonomi | Takaichi mendukung diversifikasi rantai pasok agar Jepang tidak bergantung pada China — kebijakan yang dianggap mengancam pengaruh ekonomi Beijing. |
Simbolisme Nasionalis | Kunjungan ke Kuil Yasukuni dan retorika patriotik dapat memperburuk hubungan diplomatik. |
Analisis: Jalan Sulit Hubungan Bilateral
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Peking, Li Mingjiang, menilai bahwa kebijakan luar negeri Jepang di bawah Takaichi “kemungkinan akan mengikuti garis yang lebih pro-Washington dan anti-Beijing,” terutama setelah meningkatnya ketegangan di Laut China Timur dan Selat Taiwan.
Namun, analis juga menilai Takaichi harus tetap realistis karena Jepang bergantung pada China sebagai mitra dagang terbesar.
“Meski retorika akan keras, langkah nyata mungkin terbatas karena kepentingan ekonomi saling terkait,” ujar Li kepada South China Morning Post.
Potensi Dampak ke Depan
Dengan kepemimpinan baru ini, hubungan Tokyo–Beijing diprediksi akan:
-
Mengalami peningkatan ketegangan diplomatik, terutama di forum regional seperti G20 dan ASEAN;
-
Mendorong koalisi keamanan baru antara Jepang, AS, dan sekutu lain untuk mengimbangi pengaruh China;
-
Memicu penyesuaian strategi ekonomi di Asia Timur, di mana Jepang bisa memperkuat kemitraan dengan negara-negara ASEAN sebagai alternatif terhadap pasar China.
Namun, para pengamat juga menilai bahwa kedua negara kemungkinan akan menahan diri dari konfrontasi terbuka, mengingat besarnya kepentingan ekonomi dan stabilitas kawasan yang dipertaruhkan.
Penutup
Terpilihnya Sanae Takaichi menandai babak baru dalam politik Jepang — tidak hanya karena ia akan menjadi perdana menteri perempuan pertama, tetapi juga karena arah kebijakan luar negerinya yang berpotensi mengubah dinamika geopolitik Asia Timur.
Bagi China, kepemimpinan Takaichi bukan sekadar perubahan simbolik, melainkan tantangan strategis yang harus dihadapi dengan diplomasi yang hati-hati dan penuh perhitungan.